loader

PENGENDALIAN PENYAKIT DARAH PADA TANAMAN PISANG

  • 30/04/2024 13:39:17
  • By : Administrator
  • 260
PENGENDALIAN PENYAKIT  DARAH PADA TANAMAN PISANG

Oleh: Adi Widiyanto, SP., MP.

(Widyaiswara Ahli Madya BBPP Binuang)

I.      Pendahuluan

Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah salah satu komoditas buah unggulan di Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya luas panen dan produksi pisang yang selalu menempati posisi pertama. Selain besarnya luas panen dan produksi pisang, Indonesia juga merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia, yang memberikan peluang untuk pemanfaatan dan komersialisasi pisang sesuai kebutuhan konsumen (Departemen Pertanian, 2005).

Sifatnya yang adaptif terhadap lingkungan menyebabkan tanaman pisang mempunyai penyebaran yang luas, sedangkan cara budidaya yang mudah menyebabkan tanaman ini mudah dijumpai di setiap pekarangan rumah masyarakat pedesaan di Indoensia. Produksi pisang yang terus menerus sepanjang tahun dapat dimanfaatkan sebagai pengaman pendapatan petani (income security), serta kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 25,8% (Direktorat Tanaman Buah, 2005) memungkinkan pisang sebagai bahan pangan alternatif pendamping beras atau sebagai pengaman pangan (food security). Peluang tersebut mendorong untuk pengembangan budidaya pisang secara luas. Namun demikian, model budidaya skala besar menunjukkan tingginya resiko kegagalan akibat serangan penyakit layu (Hermanto, 2006). Budidaya pisang di pekarangan masih merupakan alternatif yang menjanjikan dan menjadi penyangga produksi pisang selama ini karena adanya mekanisme saling mereduksi efek serangan penyakit dengan sistim tanaman campuran. 

Usaha budidaya pisang memang tergolong mudah dan tidak membutuhkan keahlian khusus, tetapi bukan berarti dalam usaha budidaya pisang selalu berjalan mulus. Ada saja hal-hal yang menjadi kendala di lapangan, misalnya adalah harga jual yang tidak sesuai harapan maupun serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman pisang memang tidak begitu banyak, namun pada kasus-kasus tertentu gangguan OPT tidak jarang menyebabkan gagal panen. Terutama adalah serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur, bakteri maupun virus. Penyakit pada tanaman pisang yang paling sering ditemukan dan paling berbahaya adalah  penyakit darah.

Pengembangan pisang di Indonesia menghadapi tantangan berupa serangan penyakit darah yang disebabkan oleh Blood Disease Bacteria (BDB). Sequira (1998) mengemukakan bahwa dalam pengembangan tanaman pisang, bahaya penyakit layu bakteri diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan penyakit pisang lainnya misalnya penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. cubense atupun penyakit sigatoka yang disebabkan oleh Mycosphaerella spp. Hal itu disebabkan oleh: (a) semua tanaman pisang yang dibudidayakan (triploid) saat ini rentan terhadap patogen tersebut, sumber-sumber ketahanan yang ada pada tanaman pisang tipe liar (diploid) sangat terbatas, (b) tingginya potensi penularan oleh serangga vektor dan (c) cara pengendalianya relatif mahal serta hanya dapat diimplementasikan dalam areal kerja sama yang cukup luas.

 

 

 

 

II.   Gejala Serangan Penyakit Darah

Gejala penyakit darah dicirikan oleh gejala luar dan gejala dalam. Gejala luar dapat dilihat pada tajuk tanaman dan pada buah, sedangkan gejala dalam dapat dilihat pada berkas pembuluh batang dan pada daging buah. 

Pada gejala luar awalnya dapat dilihat dengan terjadinya penguningan daun pada daun yang telah membuka penuh. Pada tanaman dewasa, pangkal daun ini akan patah sehingga daun akan menggantung di sekitar batang dan akhirnya mengering. Pada anakan akan menunjukkan gejala layu, walaupun infeksinya tidak selalu  sistemik.  Seringkali tanaman sakit dapat menghasilkan anakan yang sehat. Pada tanaman pisang yang sudah menghasilkan buah jika jantung pisangnya masih ada akan tampak mengering dan mengkerut serta menghitam (Gambar 1).

Gejala dalam pada penyakit darah pada tanaman pisang yaitu jika batang dipotong akan tampak pada pembuluh vaskularnya adanya nekrosis yang berwarna coklat kemerahan (Gambar 2). Selain itu juga dari bagian yang dipotong akan keluar lendir bakteri yang berwarna putih sampai coklat kemerahan atau kehitaman. Jika dilihat dari luar, buah pisang yang terserang penyakit darah seringkali tampak sehat,  na-mun jika dipotong buah pisang yang sakit akan busuk dan berisi lendir yang merupakan massa bakteri, berwarna kuning kemerahan ataupun merah kehitaman serta perubahan warna daging buah dan pembusukan pada buah pisang kepok muda (Gambar 3).

                                                           

 

III. Penyebab  Penyakit Darah

Sampai saat ini telah dilaporkan tiga jenis penyakit layu  bakteri pada tanaman pisang, yaitu penyakit Moko, Bugtok dan penyakit darah. Penyakit Moko dan Bugtok disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum ras 2, sedangkan penyakit darah disebabkan oleh Blood Disease Bacteria (BDB).  Mackie et al., (2007) menyatakan Blood Disease Bacteria (BDB) hanya ada di Indonesia, dan semua jenis pisang dapat menjadi inang utamanya, terutama pisang olahan (ABB).

Gejala penyakit darah mirip dengan penyakit layu bakteri (moko) yang menyerang tanaman pisang di Amerika Selatan dan gejala penyakit bugtok di Filipina. Penyakit layu bakteri (moko) disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum ras 2. Nama tersebut mengalami beberapa kali perubahan, sebagai hasil kajian molekuler yang didasarkan pada analisis DNA bakteri. Semula bakteri tersebut dinamakan Bacillus solanacearum, kemudian menjadi Burkholderia solanacearum, berubah menjadi Pseudomonas solanacearum dan nama mutakhir menurut Yabuuchi et al. (1995) adalah Ralstonia solanacearum. R. solanacearum yang menyerang pisang merupakan strain dari kelompok ras 2.

Walaupun penyebabnya sama-sama bakteri, namun karakter bakteri penyebab penyakit darah sedikit berbeda dengan R. solanacearum.  Penyebab penyakit darah pada tanaman pisang mulanya dikenal dengan nama Pseudomonas celebensis Gaum, yang secara fenotip dan genetik  berbeda dengan R. solanacearum. Namun secara fisiologi, karakternya mirip R. solanacearum, perbedaannya adalah penyebab penyakit darah tidak mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit dan tidak mampu menghidrolisis gelatin.  Secara genetik, penyebab penyakit darah berbeda dengan R. solanacearum, namun berkerabat dekat dengan Pseudomonas syzygii penyebab penyakit pada tanaman cengkeh. Perbedaan lainnya, penyebab penyakit darah bersifat lisogenik sedangkan R. solanacearum tidak bersifat lisogenik.

Untuk itu CABI (2003), lebih menganjurkan nama penyebab penyakit darah adalah blood disease bacterium (BDB) dengan nama penyakitnya adalah penyakit darah. Dalam literatur lain disebutkan bakteri penyebab penyakit darah adalah  Rasltonia solanacearum phylotype IV.   Ciri-ciri BDB diantaranya: ukuran sekitar 0,5 x 1,0-1,5 µm, berbentuk batang, gram negatif, tidak aktif bergerak, berflagel, koloni tumbuh lambat, tidak fluidal, pinggiran rata, dan bagian tengah koloni berwarna merah tua pada media TZC, dan koloninya tidak berfluoresens pada media King’s B. 

Secara umum, BDB dapat menyerang berbagai jenis pisang yang dibudidayakan. Hasil survey Muharam et al. (1992) menemukan bahwa di Jawa Barat pisang ambon putih paling rentan terhadap penyakit darah sedangkan di Sulawesi Selatan, pisang kepok paling umum dijumpai terserang.   Hasil pengamatan penulis, di Kalimantan Selatan beberapa tahun terakhir dijumpai  yang paling banyak terserang adalah pisang kepok.

Hasil pengamatan penulis selama berkebun pisang di pekarangan, menunjukkan hal yang sama.  Dari beberapa jenis pisang yang ditanam  di pekarangan menunjukkan bahwa penyakit darah selama ini  lebih banyak menyerang pisang kepok.   Sementara jenis pisang lainnya yang ada seperti pisang susu, pisang muli, pisang raja, pisang  tanduk dan pisang talas selama ini belum pernah terserang penyakit ini.

IV. Cara Penyebaran Penyakit Layu Bakteri

Patogen penyakit darah dapat disebarkan melalui beberapa cara, yaitu:

1.     Oleh manusia melalui bahan tanaman ataupun buah yang diperoleh dari tanaman yang terinfeksi.

2.     Melalui alat-alat pertanian yang digunakan seperti parang (dan alat pangkas lainnya) dan cangkul  yang telah digunakan untuk memangkas atau membongkar tanaman pisang yang terinfeksi, selanjutnya digunakan ditempat lain tanpa disterilisasi terlebih dahulu

3.     Tanah terinfeksi yang dihanyutkan air

4.     Bibit tanaman pisang yang digunakan sudah  terinfeksi

5.     Kontak dengan akar tanaman yang terinfeksi

6.     Melalui serangga penyerbuk yang singgah pada bunga sakit dan kemudian singgah lagi pada bunga sehat.

Menurut CABI (2003), infeksi  yang diperkirakan umum terjadi adalah melalui serangga pengunjung bunga (inflorescense) seperti yang terjadi pada penyebab penyakit moko.  Mekanisme selanjutnya, patogen dapat bertahan beberapa minggu dalam buah. Kemudian berdasarkan sifat gejala dalamnya, patogen diperkirakan menyebar dari buah menuju anakan melalui berkas pembuluh. Gaumann (1923) dalam Semangun (2000) menyatakan Patogen mampu bertahan dalam tanah selama 1 tahun.  Ketika sudah berada dalam tanah patogen dapat menginfeksi akar tanaman melalui luka.

V.    Pengendalian Penyakit Darah

Pengendalian penyakit darah dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:

A.    Cara kultur teknis, yaitu

1)  Pemberian pupuk organik.

Pemberian pupuk organik yang sudah ditambahkan agen hayati sebaiknya dilakukan 3 bulan sekali. Caranya dengan membuat parit sedalam 30  cm di sekeliling rumpun pisang, selanjutnya pupuk organik dimasukkan secara merata ke dalam parit dan ditutup kembali. Jumlah pupuk organik setiap rumpun sebanyak lebih kurang 20 – 30 kg.

2)  Penjarangan anakan, dipotong (setelah 30 cm) ±5 cm dari titik tumbuh.

3)  Rotasi tanaman bukan inang (misalnya papaya, nanas, dan jagung).

4)  Pembuatan drainasi, sanitasi lingkungan pertanaman.

5)  Menghindari terjadinya luka pada akar.

6)  Menggunakan bibit sehat (bukan dari daerah serangan ataupun rumpun terserang, benih dari kultur jaringan) atau gunakan benih baru setiap musim tanam.

B.    Pengendalian dengan cara fisik/mekanik diantaranya:

1)  Untuk tanaman yang terserang lakukan eradikasi dengan membongkar rumpun tanaman sampai ke akar-akarnya, kemudian dipotong-potong, dimasukkan kedalam kantong plastik, diberi formalin dan ditutup rapat atau kalau bisa dimusnahkan dengan cara dibakar.

2)  Memotong bunga jantan segera setelah sisir terakhir terbentuk, untuk menghindari infeksi serangga penular.

3)  Pengerondongan/penyarungan  buah dan bunga dengan karung atau bungkus plastik. Setelah sisir terakhir terbentuk plastik/karung pembungkus dapat dibuka dan bunga jantan/jantung pisang  segera dipotong.

C.    Pengendalian dengan cara biologi, pemanfaatan agens antagonis, agens hayati (mikroba antagonis) yang berkembang biak diperakaran dan berfungsi sebagai pasukan yang melindungi tanaman dari serangan penyakit darah. Beberapa jenis antagonis yang dapat dipakai : Trichoderma sp, Gliocladium sp, P. fluorescens dan Bacillus subtilis. Agar antagonis dapat berkembang biak di perakaran tanaman dibutuhkan makanan yang diperoleh dari bokashi, kompos. Agens hayati dapat diberikan melalui pencelupan bibit suspense antagonis yang telah dilarutkan dalam air (200 – 300 gr dalam 10 L air). Antagonis ditambahkan dalam pupuk organik yang telah jadi ( 200 – 300 gram dalam 10 kg pupuk organik).

D.    Pengendalian dengan kimiawi yaitu,

1)  Semua alat yang digunakan didisinfektan dengan kloroks/pemutih baju yang sudah diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:10 (1 bagian cairan pemutih dan 10 bagian air) atau dicuci dengan air sabun.

2)  Melakukan  injeksi larutan minyak tanah atau herbisida, sistemik terhadap tanaman sakit dan anakannya, sebanyak 5 – 15 ml/pohon tergantung besar kecilnya tanaman. Injeksi ini dapat dilakukan hingga tanaman mati.

Prinsip ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’ berlaku untuk mengendalikan serangan penyakit darah.  Dari pengalaman penulis dan literatur yang ada juga memberikan informasi bahwa cara pengendalian yang paling efektif untuk penyakit darah ini adalah melalui upaya pencegahan. Pengendalian bakteri patogen menggunakan patogen antagonis.

Berikut ini adalah pengalaman penulis dalam pengendalian penyakit darah selama berkebun pisang di pekarangan dan hasilnya cukup memuaskan, yaitu:

1)     Melakukan pengamatan rutin seminggu sekali, untuk melihat kondisi pertanaman pisang. Jika terlihat ada daun pisang yang menguning dan patah menggantung biasanya pada pelepah ketiga dari bawah Normalnya daun tersebut belum saatnya menguning, karena pelepah daun yang lebih tua (dibawahnya) masih tampak hijau, kondisi ini patut diduga merupakan gejala awal serangan penyakit darah. Apalagi jika daun benderanya juga menguning.  Biarkan dalam beberapa hari, jika perkembangannya semakin banyak daun yang menguning maka  penulis akan memutuskan menebang pohon  pisang tersebut. Jika sudah berbuah, biasanya buah  kurang berkembang dengan baik. Hal ini karena daun banyak yang rusak.  Dan untuk memastikan dapat langsung dicek dengan memotong buah pisang, maka akan terlihat daging buah pisang yang bewarna merah kecoklatan dan mulai berlendir.. Tebang batang pohon sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Perhatikan penampang batang jika tidak nampak warna merah kecoklatan pada penampang batang (penampang batang putih/bersih) berarti patogen penyakit belum mencapai bagian batang yang dipotong tersebut.  Selanjutnya lakukan eradikasi terhadap batang dan buah pisang yang sudah terinfeksi. Jika pada penampang yang dekat dengan permukaan tanah sudah tampak berwarna merah kecoklatan berarti massa patogen sudah mencapai tanah, maka perlu melakukan eradikasi terhadap batang dan bonggol pisang sampai akar-akarnya.  Sejauh ini berdasarkan pengalaman, pemangkasan batang segera setelah mengetahui tanaman terserang sangat efektif  dalam mengendalikan penyebaran patogen penyakit darah melalui tular tanah.  Karena massa patogen belum sampai ke dalam tanah.  Jika terlambat, dan massa patogen sudah masuk ke dalam tanah, penularan akan lebih cepat ke tanaman lainnya dan penangananya akan lebih sulit karena harus membongkar seluruh rumpun tanaman. Perlu perlakuan dan waktu lama agar tanah dapat ditanami kembali.

2)     Rutin melakukan sanitasi lingkungan pertanaman, yaitu dengan membuang/ memangkas pelepah daun yang sudah mulai menguning (Gambar 4). Jangan sampai banyak daun-daun kering masih bergantungan di rumpun pisang. Pemangkasan daun kering bertujuan untuk pencegahan penularan penyakit.  Selanjutnya daun-daun kering tersebut ditumpuk di sekitar rumpun pertanaman pisang dan berfungsi sebagai mulsa.  Sedangkan batang dan daun pangkasan dari tanaman sakit dikumpulkan dan dibakar.

3)     Secara teratur memberikan pupuk hayati cair dengan cara dikocor secara merata di rumpun pisang.      Cara penyiapan larutan pupuk hayati yang penulis gunakan.

a.      Pertama mengaktifkan mikroorganisme di pupuk hayati dengan menambahkan gula/molase dan air dengan perbandingan 20:20:1000 (20 cc cairan pupuk hayati, 20 gram gula pasir dan 1000 cc (1 ltr) air. Pupuk hayati yang digunakan adalah yang mengandung bakteri antagonis seperti Basillus sp dan P. fluorescens.

b.     Masukkan dalam botol plastik (Gambar 5) dan biarkan beberapa hari sampai sudah tidak terjadi proses pembentukan gas dalam botol. Biasanya dalam satu minggu pupuk hayati yang diaktifkan sudah bisa digunakan.

c.      Selanjutnya untuk aplikasi, buat larutan pupuk hayati dengan menambahkan air pada pupuk hayati yang sudah diaktifkan (Gambar 6). Dosis yang penulis gunakan adalah mencampurkan 250 cc pupuk hayati yang sudah diaktifkan tadi dengan 5 liter air. Gunakan air sumur atau sungai) jangan gunakan air PAM.  Selanjutnya larutan pupuk hayati siap diaplikasi ke pertanaman.  Biasanya penulis mengocor rumpun pisang 2 minggu sekali sebanyak lebih kurang 1 lt larutan pupuk hayati per rumpun (Gambar 7).  Dari pengalaman selama ini pemberian pupuk hayati secara rutin dapat meningkatkan ketahanan tanaman pisang terhadap serangan layu bakteri. Bahkan bila terserangpun biasanya tidak sampai menyebabkan keparahan, tanaman pisang masih dapat pulih dan dapat berproduksi, Walaupun beberapa buahnya ada yang daging buahnya tidak normal (agak keras) pada bagian kulitnya. Hal ini menandakan bahwa buah pisang pernah terserang layu bakteri atau penyakit darah, namun dapat pulih.  

Ada juga pupuk hayati yang sudah siap pakai tidak perlu diaktifkan terlebih dahulu. Hanya perlu menambahkan air saja sesuai petunjuk pada kemasan, selanjutnya  dapat langsung diaplikasikan ke tanaman.  Untuk hasil terbaik jangan lupa memberikan pupuk kandang/organik yang sudah ditambahkan pupuk hayati minimal 3 bulan sekali.

 

                                                                                       

Referensi

Venny Fernita Arroan. 2018. Keefektifan Formulasi Tribakompos dalam Menghambat Serangan Ralstonia syzygii subsp. celebensis in planta dalam Skala Green House. Laporan Praktik Lapang dalam Mata Ajaran Minat Utama. Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.

Rustam. 2005. Pengendalian Penyakit Darah Pada Tanaman Pisang dengan Bakteri Antagonis. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Mudji Rahayu. 2015. Penyakit Layu Bakteri Bioekologi dan Cara Pengendaliannya. Monograf Balitkabi No. 13. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.

Panca J. Santoso. 2012 Produksi Benih Pisang  dari rumpun in situ secara konvensional. balitbu.litbang.pertanian.go.id/eng/index.php/hasil-penelitian-mainmenu-46/347-produksi-benih-pisang-dari-rumpun-in-situ-secara-konvensional. Diakses tanggal 15 Mei 2020.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Seri Buku Inovasi: TH/06.2008.

http://www.litbang.pertanian.go.id/info-teknologi/3452/. Mengenal Penyakit Darah pada Pisang. Diakses Tanggal 15 Mei 2020.

Lampiran File Download
1 PENGENDALIAN PENYAKIT DARAH PADA TANAMAN PISANG (Download)