A. Latar Belakang
Dampak pemanasan global yang dipicu oleh semakin banyak dihasilkannya gas rumah kaca akibat penggunaan bahan bakar minyak untuk industri dan transportasi dan aktivitas ekonomi lainnya termasuk aktivitas pertanian telah memicu perubahan iklim secara global yang dampaknya dirasakan juga pada sektor pertanian. Pembukaan hutan dan lahan gambut untuk pertanian disinyalir menjadi aktivitas pertanian utama yang menyumbang terhadap pemanasan global, selain dari gas metan dari peternakan dan lahan sawah yang terbuka. Meskipun secara keseluruhan kontribusi sektor pertanian terhadap dihasilkannya gas rumah kaca sangat kecil dibandingkan dengan sektor industri dan transportasi.
Sementara itu, akibat perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan suhu bumi, akan mengakibatkan terjadinya berbagai anomali pola curah hujan yang mengakibatkan kekeringan dan banjir serta pergeseran musim. Perubahan ini berdampak luas terhadap pertanian, terutama terkait dengan pola tanam, peningkatan populasi hama dan penyakit tanaman dan sebagainya yang tidak terantisipasi dengan baik. Untuk itu, pemahaman tentang perubahan iklim ini menjadi penting bagi pelaku pertanian, khususnya petani, agar mampu mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, sehingga sehingga dapat menhidari atau setidaknya meminimalisir risiko usahataninya dari dampak perubahan iklim yang merugikan.
Untuk mengantisipasi dan meminimalisisr risiko usahatani dari dampak perubahan iklim yang merugikan perlu strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, salah satunya melalui penerapan teknologi usahatani yang adaptif terhadap perubahan iklim.
B. Penerapan Teknologi Adaptif
Istilah teknologi adaptif diambil dari istilah assestive technology, yang kemudian diterjemahkan sebagai media yang dapat diadaptasikan terhadap kondisi tertentu. Proses adaptasi disini mengandung pengertian penyesuaian terhadap cara, bahan, disain atau model, dari alat/teknologi/sistem usaha tani sehingga cocok dengan kondisi petani
1. Penggunaan Varietas Unggul Adaptif
Vaietas unggul adatif yang diperlukan adalah varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Cekaman lingkungan yang terjadi dapat berupa genangan air dan kekeringan. Hal ini dapat menjadi landasan awal bagi penelitian dan pengembangan pemuliaan tanaman.
2. Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Air
Untuk mengatasi kelangkaan air bagi pertanian di masa yang akan datang, terutama di daerah yang diproyeksi akan mengalami penurunan curah hujan, perlu dikembangkan teknologi pengelolaan sumberdaya air yang efektif. Pengelolaan sumberdaya air dilakukan dengan menerapkan teknologi panen hujan dan teknologi irigasi. Teknologi panen hujan yaitu teknologi yang didasarkan atas penampungan kelebihan air pada musim hujan dan pemanfaatannya untuk musim kemarau. Teknologi irigasi yaitu teknologi pemanfaatan air
tanah. Beberapa teknologi yang tersedia yaitu: teknologi embung, dam parit, irigasi sumur renteng, irigasi kapiler, irigasi tetes, irigasi macak-macak, dan irigasi parit.
3. Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan
a. Pengelolaan hara
Suatu tingkat hasil optimum dari suatu tanaman dapat tercapai hanya bila hara dalam jumlah yang sesuai diberikan pada waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya. Strategi pengelolaan hara yang efektif dan efisien selayaknya ditujukan untuk:
- Memaksimalkan penyerapan hara
- Memanfaatkan sebaik mungkin hara yang tersedia dalam bentuk jerami, sisa tanaman lain, dan pupuk kandang
- Mengukur kebutuhan N pada tanaman padi dengan aplikasi teknologi bagan warna daun (BWD).
b. Konservasi lahan kering
Teknologi budidaya lahan kering adalah untuk memanen air dan mencegah kehilangan air permukaan dan evaporasi. Manfaatnya untuk mengatasi kekeringan yang muncul pada musim kemarau. Jenis teknologi konservasi air lahan kering: teras, strip rumput, tanaman lorong, tanaman penutup tanah, rorak, embung. dan dam parit.
4. Pengembangan Sistem Usaha Tani Ramah Lingkungan
a. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan memanfaatkan teknologi pertanian yang ditetapkan secara partisipatif untuk meningkatkan produksi di masa mendatang
b. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak/Sistem Integrasi Padi Ternak.
Adalah sistem usaha tani yang mengintegrasikan kegiatan pertanian dengan kegiatan peternakan dalam suatu sistem usaha tani, dimana masing-masing komponen saling berintegrasi satu sama lain. Sebagai contoh, limbah tanaman pertanian diolah sebagai pakan untuk ternak, sedangkan limbah ternak digunakan sebagai kompos untuk menyuburkan tanah pertanian. Teknik ini dilakukan sebagai upaya untuk mengolah limbah pertanian dan peternakan untuk dapat digunakan kembali pada kegiatan pertanian.
c. Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering
Kegiatan ini merupakan kegiatan usaha tani yang berbasis Zero waste dan Clean Run off, yang dilakukan melalui pendekatan Integrasi antara tanaman pangan/perkebunan dengan ternak. Prinsip zero waste dilakukan dengan pengolahan sampah hasil kegiatan pertanian untuk digunakan sebagai pakan ternak. Dan sebaliknya, kotoran ternak digunakan sebagai pupuk bagi tanaman pertanian. Sedangkan prinsip clean run off dilakukan melalui penanaman tanaman sela diantara tanaman utama, sehingga mengurangi pengikisan tanah di musim hujan.
Referensi
Badan Litbang Pertanian. 2008. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman terpadu (PTT) Padi sawah Irigasi
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2010. Memahami Perubahan Iklim bagi Petani
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2006. Inovasi Teknologi Pertanian Menghadapi
Perubahan Iklim
Dewi, D, O. 2010 Pengenalan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Pertanian
Jailanis, A. 2010. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman
Rahayu. S. P. 2010. Pengaruh Iklim Terhadap Sektor Pertanian. Pusat Pengembangan
Penyuluhan Pertanian