SOLUSI DALAM PERMASALAHAN PENGOMPOSAN
(INTAN KURNIANINGRUM, S.P., M.T.P)
Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi (penguraian) secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan dengan bahan baku sampah domestik merupakan teknologi yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill.
Pada tahap awal atau dekomposisi intensif berlangsung, dihasilkan suhu yang cukup tinggi dalam waktu yang relatif pendek dan bahan organik yang mudah terdekomposisi akan diubah menjadi senyawa lain. Pada tahap pematangan utama dan pasca pematangan, bahan yang sukar akan terdekomposisi akan terurai dan membentuk ikatan kompleks lempung-humus. Produk yang dihasilkan adalah kompos matang yang mempunyai ciri antara lain:
(1) tidak berbau;
(2) remah;
(3) berwarna kehitaman;
(4) mengandung hara yang tersedia bagi tanaman; dan
(5) kemampuan mengikat air tinggi.
Perkembangan proses dekomposisi yang kurang baik pada umumnya disebabkan oleh kandungan lengas tidak sesuai dan atau campuran bahan campuran kompos yang tidak sesuai. Selama proses dekomposisi berlangsung harus dilakukan monitoring terhadap kelembapan dan suhu dengan tujuan mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan pada tahap awal dekomposisi. Pada Tabel 1 disajikan daftar permasalahan yang mungkin timbul selama proses pengomposan, identifikasi penyebab, dan cara memperbaikinya.
Tabel 1. Diagnosis Permasalahan yang mungkin timbul, identifikasi penyebabnya, dan cara memperbaikinya
Permasalahan |
Penyebab |
Cara Menanggulangi |
Bahan baku terlalu kering, proses dekomposisi berhenti |
a. Kelembaban turun di bawah batas ambang yang dibutuhkan mikroba karena suhu meningkat b. Bahan dasar kompos terlalu kering |
a. Kompos dibalik secara berkala b. Menambah bahan kompos segar c. Menutup timbunan kompos untuk mengurangi penguapan |
Bahan baku terlalu basah, warna kehitaman, kekurangan oksigen |
a. Curah hujan terlalu tinggi b. Bahan campuran mengandung air tinggi, namun kandungan nitrogen rendah |
a. Komposisi dibalik secara berkala, bagian dasar diberi alas kering berupa potongan kayu atau ranting b. Menambah tanah, batuan yang dihaluskan atau kapur |
Dekomposisi berjalan lambat |
a. Persentase kandungan lignin terlalu tinggi sehingga rasio C/N tinggi b. Terlalu kering |
a. Kompos dibalik secara berkala b. Menambahkan bahan yang kaya nitrogen (kotoran ternak, limbah dapur/rumah tangga) |
Bau busuk |
a. Tergenang b. Kekurangan oksigen c. Persentase bahan yang mengandung nitrogen terlalu tinggi d. Kekurangan bahan yang ruah e. Bahan memadat |
a. Kompos dibalik secara berkala b. Menambahkan bahan yang ruah |
Kompos mengandung benih gulma |
Selama proses dekomposisi suhu terlalu rendah |
a. Kelembaban dan aerasi diatur b. Bahan yang mengandung biji gulma diletakkan di bagian tengah timbunan agar mencapai peningkatan suhu yang tinggi |
Kompos diserang kecoa |
Tersisa makanan dan hewan timbunan dan tidak ditutup |
Menempatkan bahan limbah dapur di bagian tengah timbuhan kemudian ditutup |
REFERENSI
Simanungkalit, RDM, DA. Suriadikarta, Rasti Saraswati, Diah Setyorini, dan Wiwik Hartatik. 2016. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian