Oleh:
Susmawati, SP, MP.
Widyaiswara Ahli Madya BBPP Binuang
Dalam praktik budidaya padi, keberadaan hama menjadi salah satu masalah utama yang harus dihadapi. Serangan hama pada tanaman padi dapat mengakibatkan penurunan produktivitas yang signifikan jika tidak ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jenis-jenis hama serta strategi pengendalian yang efektif sangatlah penting bagi para petani.
1. Wereng
Salah satu hama yang sering menyerang tanaman padi adalah wereng. Wereng merupakan serangga penghisap cairan tanaman dengan tubuh berwarna kecoklatan, dengan panjang sekitar 2 hingga 4,4 mm. Serangga dewasa memiliki dua bentuk, yaitu bersayap pendek (brakhiptera) dan bersayap panjang (makroptera). Wereng coklat memiliki kecenderungan monofag, artinya spesies ini hanya menginfeksi tanaman padi dan padi liar.
Serangan wereng biasanya terjadi pada tahap awal pertumbuhan tanaman padi, sekitar 15 hari setelah tanam. Di daerah beriklim sedang, populasi wereng coklat pada awalnya rendah namun dapat berkembang dengan cepat tergantung pada varietas padi yang ditanam. Wereng coklat dapat menyebabkan kerugian yang signifikan, bahkan dapat menyebabkan "puso" pada tanaman padi sawah, yang ditandai dengan perubahan warna daun dan batang menjadi kuning, kemudian berubah menjadi berwarna coklat jerami, dan akhirnya mengering.
Tingkat populasi wereng coklat yang dapat merusak tanaman padi cukup bervariasi, namun sebagai pedoman umum, populasi 10-15 ekor per rumpun sudah dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu singkat, terutama pada tanaman yang masih muda. Pengendalian wereng coklat perlu dilakukan secara efektif untuk mencegah kerugian besar bagi para petani.
2. Penggerek Batang Padi
Hama penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman padi. Siklus hidup hama ini dimulai dengan telur yang diletakkan oleh kupu-kupu atau ngengat di daun-daun tanaman padi. Meskipun kupu-kupu atau ngengatnya sendiri tidak berbahaya bagi tanaman padi, namun telur yang mereka tinggalkan perlu dipantau karena merupakan awal dari serangan hama penggerek batang.
Serangan hama penggerek batang terjadi pada semua tahapan pertumbuhan tanaman padi, mulai dari fase persemaian hingga menjelang panen. Gejala serangan ini terbagi menjadi dua fase utama, yaitu sundep dan beluk. Sundep terjadi sebelum padi mulai berbunga, ditandai dengan daun padi muda yang menguning, tergulung, kemudian mengering dan mati. Sedangkan beluk terjadi setelah malai keluar, dimana bunga atau buah padi yang baru muncul akan berwarna putih, berguguran, dan gabahnya menjadi kosong (gabuk).
Pemantauan telur yang diletakkan oleh ngengat atau kupu-kupu menjadi kunci dalam mengendalikan serangan hama penggerek batang padi. Dengan mengenali gejala serangan pada berbagai fase pertumbuhan tanaman, petani dapat mengambil langkah-langkah pengendalian yang tepat untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
3. Hama Pelipat Daun
Cnaphalocrocis medinalis, yang dikenal sebagai Hama Putih Palsu (HPP) atau Hama Pelipat Daun pada tanaman padi, merupakan hama yang dapat menyebabkan kerugian besar pada hasil panen padi jika kerusakan pada daun pada fase vegetatif dan generatif melebihi ambang batas sebesar 50%. Serangan HPP pada fase vegetatif memiliki potensi kerugian yang lebih besar dibandingkan pada fase generatif.
Tanda awal kehadiran Hama Putih Palsu adalah keberadaan ngengat berwarna kuning coklat dengan tiga pita hitam pada sayap depan yang terputus atau lengkap, dan saat istirahat, ngengat tersebut berbentuk segitiga. Selanjutnya, kerusakan yang diakibatkan ditandai dengan adanya warna putih pada daun di area pertanaman. Ulat tersebut memakan jaringan hijau daun dari dalam lipatan daun, meninggalkan permukaan bawah daun yang berwarna putih.
4. Walang Sangit
Walang sangit (Leptocorisa oratorius L) merupakan hama yang menyerang tanaman padi setelah fase berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi, yang mengakibatkan bulir padi menjadi kosong atau pengisiannya tidak sempurna. Penyebaran hama ini meluas dan dianggap sebagai hama penting karena dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 50%. Diperkirakan populasi sebanyak 100.000 ekor per hektar dapat mengurangi hasil hingga 25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi walang sangit sebanyak 5 ekor per 9 rumpun padi dapat mengurangi hasil hingga 15%. Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dan penurunan hasil menunjukkan bahwa satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat menyebabkan penurunan hasil sebesar 27%.
Serangan walang sangit juga berdampak pada kualitas gabah, terutama dengan meningkatnya dis-coloration pada biji gabah. Oleh karena itu, selain secara langsung menurunkan hasil, serangan walang sangit juga secara tidak langsung mengurangi kualitas gabah. Selama periode tanpa penanaman padi atau ketika tanaman padi masih dalam fase vegetatif, walang sangit dewasa bertahan hidup atau berlindung di berbagai jenis tanaman yang tumbuh di sekitar sawah. Namun, setelah tanaman padi mulai berbunga, walang sangit akan bermigrasi ke pertanaman padi dan berkembang biak satu generasi sebelum panen dilakukan.
Tanaman-tanaman gulma seperti Panicum spp, Andropogon sorgum, Digitaria consanguinaria, Eleusine coracoma, Setaria italica, Cyperus polystachys, Paspalum spp, dan Pennisetum typhoideum menjadi inang alternatif bagi walang sangit. Oleh karena itu, pengendalian terhadap gulma-gulma tersebut juga sangat penting untuk mengurangi populasi walang sangit di area pertanaman padi
5. Tikus
Salah satu tantangan dalam produksi tanaman padi adalah serangan hama tikus, khususnya tikus sawah (Ratus argentiventer), yang merupakan hama sulit untuk dikendalikan. Tingkat perkembangbiakan tikus yang cepat dan dampak kerusakan yang tinggi pada tanaman membuatnya selalu menjadi ancaman serius dalam setiap siklus pertanaman. Serangan tikus terjadi mulai dari fase awal pertanaman hingga menjelang panen, menyebabkan kerugian yang signifikan pada tanaman.
Pengendalian hama tikus dilakukan secara berkelanjutan karena keterkaitannya dengan habitat dan sumber makanan. Dalam perspektif ilmu teknik, terdapat beberapa metode pengendalian yang dapat dilakukan, antara lain secara manual, mekanis, dan elektrik.
a. Pengendalian manual melibatkan tindakan seperti membersihkan saluran air, menghilangkan tumpukan jerami di lahan sawah, menggunakan musuh alami seperti burung hantu, dan pemasangan orang-orangan sawah. Selain untuk mengusir tikus, orang-orangan sawah juga dapat mengusir burung yang menjadi hama pada fase pematangan bulir padi.
b. Pengendalian mekanis meliputi penggunaan alat semprot api yang ditujukan pada lubang-lubang tikus. Ini memerlukan kerjasama antara pemilik lahan, seperti dalam kelompok tani. Penggunaan perangkap dan racun tikus juga dilakukan di sudut-sudut yang dianggap potensial sebagai sarang atau jalur tikus.
c. Pengendalian elektrik mencakup penggunaan sengatan listrik, pengusir tikus dengan suara ultrasonic, dan penggunaan cahaya yang dinyalakan secara periodik untuk menerangi lahan.
Pengetahuan mengenai hama-hama utama yang menyerang tanaman padi sangat penting bagi para petani agar mereka dapat lebih waspada terhadap dampak dan bahaya serangan hama. Dengan demikian, diharapkan target hasil panen yang maksimal dapat tercapai tanpa terganggu oleh serangan hama.
Referensi :
1. Djafaruddin. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Andalas. Padang.
2. Kartohardjono, et al. 2009. Hama Padi Potensial dan Pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Kementerian Pertanian. Sukabumi
3. Pracaya. 1992. Hama dan Penyakit Tanaman. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
4. Sulistyawati, Y. 2017. Hama Penyakit Tanaman Padi dan Cara Pengendaliannya. BPTP Balitbangtan NTB. Kementerian Pertanian. Pajale
5. Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
6. Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
7. Yuliani, D; dan Sudir. 2017. Keragaman Hama, Penyakit dan Musuh Alami pada Budidaya Padi Organik. Jurnal Agro. 4 (1) : 1-18
8. Zuliyanti, A. 2007. Hama-hama Tanaman Padi. Departemen Hama Penyakit Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan