Please ensure Javascript is enabled for purposes of Kementerian Pertanian RI
1
Chatbot
Selamat datang, silahkan tanyakan sesuatu

ASPEK EKOLOGI MENUJU PENGEMBANGAN SAWIT BERKELANJUTAN

  • 07/06/2024 15:39:00
  • By : Administrator
  • 192
ASPEK EKOLOGI MENUJU PENGEMBANGAN SAWIT BERKELANJUTAN

Oleh:

Susmawati, SP, MP.

Widyaiswara Ahli Madya

 

Salah satu persyaratan dalam pengolahan Sumberdaya alam yang berkelanjutan adalah mempertahankan fungsi sumber daya alam sebelumnya, selain itu harus juga mempunyai kriteria Eco-Efficiency yang bermakna Efisien baik secara ekonomi maupun secara ekologi.  Aspek lingkungan menjadi faktor yang berpengaruh dalam pola perdagangan barang dan jasa. Isu pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup dijadikan prasyarat bagi setiap negara yang ingin ikut berperan aktif dalam perdagangan dunia, termasuk minyak kelapa sawit.

 

Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit yang baik dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek lingkungan, sumber daya yang diantaranya sumber daya lahan, air, hutan dan keanekaragaman hayati. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya pencemaran udara, air dan tanah akibat dari pengolahan kelapa sawit yang tidak memperhatikan aspek-aspek ekologi meliputi:

 

1.    Sumberdaya Lahan

Pengolahan Kelapa Sawit berkelanjutan harus memperhatikan Sumber daya alam daerah sekitar. Baik itu sebelum pengolahan, ketika pembukaan lahan maupun ketika pengolahan sedang berjalan.  Pengelola perkebunan kelapa sawit juga harus memperhatikan konservasi lahan dan menghindari erosi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengelola perkebunan berkewajiban untuk melakukan konsevasi kawasan dengan potensi erosi yang tinggi serta mengelola perkebunan dengan erosi tinggi sebaik mungkin sehingga tidak menimbulkan erosi.

 

 

2.    Sumberdaya Air

Kelapa sawit merupakan tanaman yang “rakus” air, sehingga dengan adanya kebun kelapa sawit dikhawatirkan sumber daya air di sekitarnya menjadi rusak. Selain itu dikhawatirkan air permukaan tercemari oleh insektisida, pestisida, dll yang disebabkan oleh intensifikasi kebun sawit. Oleh karena itu pengelola kelapa sawit harus menjaga sumber daya air yang terdapat dikawasan konservasi supaya tidak rusak. Selain itu supaya tidak merusak air permukaan yang ada di sungai-sungai, kawasan 20-30 m dari DAS tidak boleh ditanami kebun sawit.

 

3.    Keanekaragaman Hayati

Dengan semakin banyaknya konversi lahan dan hutan akan semakin terjadi penurunan keanekaragaman hayati yang dikarenakan rusaknya ekosistem/habitat asli hewan dan tumbuhan. Menurut hasil kesepakatan ISPO, setiap 10.000 Ha area kebun sawit harus memiliki hutan penyangga (Bufferzone ) sebanyak 3000 Ha atau sekitar 30 %. Hutan penyangga adalah Hutan sebagai daerah konservasi untuk menjaga ekosistem, tumbuhan, hewan dan sumber daya air. Oleh karena itu pabrik kelapa sawit dan masyarakat sekitar harus bisa menjaga hutan penyangga supaya tidak dikonversi menjadi kebun sawit. Selain itu pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati pada areal perkebunan dan hutan penyangga. Pengelola diwajibkan membuat petunjuk teknis perlindungan tumbuhan dan hewan disekitar perkebunan dan membuat daftar tumbuhan dan hewan yang dilindungi serta mempunyai kewajiban untuk melakukan sosialisasi berupa poster, papan peringatan, dll.

 

4.             Pencemaran Lingkungan

 

Mengingat besarnya potensi limbah cair dan padat dari pabrik sawit, maka setiap pendirian pabrik sawit harus memiliki AMDAL atau UKL/UPL serta menerapkannya sebaik mungkin sesuai perundangan yang berlaku. Pencemaran udara dari pembakaran serabut bisa diminimalisir dengan membuat sistem pembakaran yang tepat sehingga pembakarannya sempurna dan emisinya sedikit. Pabrik juga disarankan untuk mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan melakukan efisiensi penggunaan bahan bakar dan mitigasi GRK.

 

Pabrik kelapa sawit juga harus memiliki unit pengolahan limbah sendiri sebelum dibuang ke lingkungan. Air limbah hasil pengolahan harus memenuhi parameter air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Pemantauan lingkungan harus terus dilakukan untuk menjaga kelestarian badan air dan tanah sekitar pabrik kelapa sawit.  Indonesia merupakan negara pertama yang menerbitkan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) secara mandatory melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 11 tahun 2015 dengan tujuh prinsip yaitu legalitas, manajemen kebun, perlindungan terhadap hutan primer dan lahan gambut, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja (K3), tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan (Tabel 1). Indonesia adalah negara produsen dengan Certified Sustainable Palm Oil dengan pangsa sebesar 59%, diikuti Malaysia dengan 27% dan Papua New Guinea sebesar 6%.

 

Tabel 1.  Prinsip ISPO dalam pengelolaan sawit berkelanjutan

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2017)

 

 

Referensi:

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2017: Diakses 2018 Agustus 12.   http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinym

            cpuk/gambar/file/statistik/2017/Kelap a-Sawit-2015-2017.