Petani belajar dari petani, pada hakekatnya merupakan praktek pembelajaran di lingkungan masyarakat tani yang telah berlangsung lama dan berkembang secara alamiah. Model pembelajaran petani seperti itu diakui memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dalam pencapaian hasil belajarnya. Hal ini terwujud karena ditunjang oleh tersedianya sejumlah kondisi, antara lain, petani lebih mudah belajar karena pengetahuan dan pengalaman disampaikan menggunakan “bahasa” petani, keterampilan dipelajari secara langsung dan dapat dipraktekkan sehingga lebih meyakinkan petani yang sedang dalam proses pembelajaran. Dengan keunggulan model pembelajaran petani seperti itu, para petani progresif diakui dan diposisikan sebagai mitra penyuluh dalam praktek penyelenggaraan penyuluhan selama ini.
Petani-petani progresif yang memiliki keunggulan dalam pengelolaan usahataninya dan memiliki kesediaan secara sukarela untuk berbagi pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya, merupakan figur-figur potensial yang layak difasilitasi agar kemanfaatan dirinya dapat terus berkembang dan menyebar kepada petani-petani lain. Sejak tiga dasa warsa yang lalu Kementerian Pertanian telah menaruh perhatian serius terhadap peran strategis petani-petani progresif dalam penyelenggaraan penyuluhan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan memiliki semangat partisipatif dengan mendorong keterlibatan masyarakat untuk ikut di dalam proses pemberdayaan masyarakat tani. Demikian pula dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dimana disebutkan bahwa perlindungan dan pemberdayaan petani dapat melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta dan masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.
Prinsip Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya ialah
1. Keswadayaan
Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan, peran dan kemandirian kelembagaan melalui kompetensi dalam mengatasi permasalahan.
2. Keterpaduan
Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya merupakan bagian integral pembangunan pertanian dan perdesaan secara selaras, serasi dan sinergi.
3. Kemitraan
Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya merupakan mitra kerja pemerintah dan pemangku kepentingan dalam pengembangan sumber daya manusia pertanian, terutama Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha.
4. Kemanfaatan
Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya memberikan manfaat kepada Pelaku Utama, Pelaku Usaha dan masyarakat lainnya.
5. Berkelanjutan
Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya dilaksanakan secara terarah dan sistematis untuk mencapai kemandirian.
Peran Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya sebagai:
- Lembaga penyelenggara pelatihan dan permagangan untuk Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha lain;
- Lembaga yang turut andil dalam penyelenggaraan penyuluhan dan pendampingan Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha lain;
- Lembaga yang turut menumbuhkan, mengembangkan dan memperkuat kader tani;
- Sentra dalam pengembangan dan diseminasi teknologi/inovasi, budidaya, perbenihan, pengolahan hasil, pengembangan spesifik lokalita; dan
- Sentra pengembangan jejaring Usaha Tani.
Klasifikasi Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya didasarkan pada pelaksanaan peran Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya, dalam ruang lingkup penumbuhkembangan kader tani di perdesaan, penyelenggaraan pelatihan/permagangan bagi Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha dan penyuluhan swadaya, terbagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu Kelas Pratama, Kelas Madya, Kelas Utama dan Kelas Aditama.
a. Kelas Pratama
1) Memiliki potensi untuk menyelenggarakan pelatihan/ permagangan ditinjau dari sarana prasarana dan teknologi yang tersedia;
2) Telah melakukan kegiatan permagangan swadaya Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha, siswa sekolah dan mahasiswa;
3) Keunggulan Usaha Tani yang dikembangkan mempunyai dampak dalam pengembangan ekonomi lokal disekitarnya;
4) Memiliki kemauan kuat untuk mencari, menemukan, merekayasa cara-cara berusahatani yang lebih baik dan mentransfer teknologi yang dikembangkan;
5) Dikenal oleh masyarakat sekitarnya dan tercatat oleh Lembaga yang menangani penyuluhan; dan
6) Sumber daya manusia pengelola telah mengikuti diklat atau memiliki kompetensi pengelolaan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya (berkaitan dengan administrasi, organisasi dan manajemen.
b. Kelas Madya
Kelas Madya memiliki kriteria baku/standar sebagai berikut:
1) Memenuhi seluruh standar Kelas Pratama;
2) Telah menyelenggarakan diklat terstruktur (merencanakan diklat, menyiapkan materi diklat, melaksanakan, mengevaluasi dan bimbingan lanjutan);
3) Telah melaksanakan upaya menumbuhkembangkan kader–kader tani disekitarnya;
4) Telah mengikuti Diklat Metodologi Penyuluhan Pertanian;
5) Telah mengikuti Diklat Manajemen Permagangan Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya; dan
6) Telah mengikuti Diklat Instruktur Kelembagaan Pelatihan Pertanian Swadaya.
c. Kelas Utama
Kelas Utama memiliki kriteria baku/standar sebagai berikut:
1) Memenuhi seluruh standar Kelas Pratama dan Madya;
2) Telah menyelenggarakan pelatihan/permagangan secara mandiri;
3) Telah melaksanakan penyuluhan swadaya secara mandiri; dan
4) Telah mengakses sumber teknologi dan pendanaan secara mandiri.
d. Kelas Aditama
Kelas Aditama memiliki kriteria baku/standar sebagai berikut:
1) Memenuhi seluruh standar Kelas Pratama, Madya dan Utama;
2) Mewujudkan penyelenggaraan pelatihan/permagangan dan pendampingan secara mandiri;
3) Mewujudkan produk kreasi dan inovasi (krenova);
4) Mewujudkan jejaring kerjasama dalam bidang pengembangan teknologi; dan
5) Menciptakan pasar.
Penulis : Retno Hermawan
Sumber saduran : Permentan 33 Tahun 2016